0
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA/AEC/AFTA)


AEC (asean economic community) atau MEA (masyarakat ekonomi asean) atau AFTA (asean free trade area) bisa disebut dengan pasar tunggal di kawasan asia tenggara yang akan dimulai pada akhir tahun 2015.
kesepakatan ini dibentuk oleh para pemimpin asean Pada Konferensi tingkat tinggi lebih dari satu dekade lalu, tepatnya pada desember 1997 di Kuala Lumpur Malaysia.
Yang memang tujuannya adalah supaya daya saing ASEAN meningkat serta bisa menyaingi china dan india untuk menarik investasi asing.
Selain itu juga bertujua untuk mencipatakn pasar tunggal dan basis produksi yag ditandai dengan babasnya aliran barang,jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan perpindahan barang modal secara lebih bebas.

Asean merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah jepang dan tiongkok, dimana ASEAN terdiri dari sepuluh negara yang tergabung didalamnya yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, dan Kamboja.

Mea atau masyarakat sering menyebutnya dengan pasar bebas asia tenggara bertujuan untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN.

Tentu dengan hal ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang akan dirasakan oleh negara-negara yang tergabung dalam asean. Tentunya ini akan berdampak negatif jika masyarakat dalam suatu negara itu tidak siap. Nah apa saja dampak yang bisa ditimbulkan oleh mea?

Dampak Positif MEA
  • Kegiatan produksi dalam negeri meningkat secara kualitas dan kuantitas.
  • Mendorong pertumbuhan ekonomi negara, pemerataan pendapatan masyarakat dan stabilitas ekonomi nasional
  • menambahakan devisa negara melalui bea masuk dan biaya lain atas ekspor dan impor
  • memulai impor, kebutuhan negara dapat terpenuhi
  • memperluasa lapangan kerja dan kesempatan masyarakat untuk bekerja


nah itulah dampak postif bagi mea, memang sangat menguntungkan bagi negara yang tergabung dalam asean. Sekarang apa dampak negatif dari mea?

Dampak Negatif Mea
  • Terganggunya barang-barang produksi dalam negeri akibat masuknya barang impor yang dijual lebih murah yang mungkin bisa menyebabkan industri dalam negeri bisa mengalami kerugian terlebih bagi mereka yang memiliki usaha kecil menengah.
  • Eksploitasi akan lebih leluasa
  • Pembatasan tenaga kerja professional akan dihapuskan yang berarti bukan tidak mungkin bahwa tenaga kerja dalam negeri akan di gantikan oleh tenaga kerja dari luar negeri dan mengisi jabatan serta profesi yang minim tenaga keja asing.


Jika sudah diketahui apa saja dampak dari adanya mea baik dampak positif maupun dampak negatif yang akan terjadi, sekarang bagaimana kesiapan indonesia dalam menghadapi saingan yang datang dari negara asing lainnya?

Ini adalah kutipan yang saya ambil dari national geographic yang menyatakan ada beberapa hambatan untuk indonesia dalam menghadapi mea.
  1. diakatakan bahwa mutu pendidikan tenaga kerja masih rendah, sampai februari 2014 jumlah pekerja yang berstatus lulusan SMP atau dibawahnya tercatat sebanyak76,4 juta jiwa atau sekitar 64 persen dari total 118 juta pekerja Indonesia.
  2. Kualitas infrastruktur masih kurang ketersediannya, sehingga memepengaruhi kelancaran arus barang dan jasa
  3. Ketergantungan sektor industri pada abahan baku setengh jadi.
  4. Ketebatasan pasokan energi
  5. Indonesia lemah dalam menghadapi serbuan impor dan sampai saat ini saja produk tiongkok sudah membanjiri Indonesia.


Sedangkan ini adalah kutipan yang saya ambil dari bbc news Indonesia tentang bagaimana kesiapan tenaga kerja indonesia bersaing dengan tenaga kerja asing.

Dikatakan bahwa sejumlah pimpinan asosiasi mengaku cukup optimis bahwa tenaga ahli indonesia mampu untuk bersaing.
Ketua Persatuan Advokat Indonesia, Otto Hasibuan, tren penggunaan pengacara asing di Indonesia malah semakin turun dan pengacara-pengacara muda sudah cukup unggul dan selama ini kendala yang dihadapi hanya bahasa.

Dita Indah sari (staf khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi) mengatakan.
Oke jabatan dibuka sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka tidak asl buka, bebas tidak asal bebas. Kita tidak mau tenaga kerja lokal yang sebetulnya berkualiatas dan mapu, tetapi karena adanya tenaga kerja asing jadi tergeser.

Sejumlah syarat yang ditentukan antara lain kewajiban berbahasa Indonesia dan sertifikasi lembaga profesi terkait di dalam negeri.

Sedangkan disektor akutansi, Ketua Institut Akuntan Publk Indonesia, Tako Sunaryo mengakui adanya kekhawatiran karena banyak pekerja muda yang belum menyadari adanya kompetisi yang semakin ketat.

Selain bahasa inggris yang kurang, kesiapan mereka juga sangat bergantung pada mental. Banyak yang belum siap kalau mereka bersaing dengan akuntan luar negeri.

Kutipan yang saya ambil dari kompas bahwa Menteri ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyebutkan bahwa tenaga kerja asing yang masuk dan bekerja di Indonesia harus mempunyai kemampuan bahasa Indonesia dengan baik dan lancar, karena syarat tersebut sudah diberlakukan di beberapa negara tetangga jika ada masyarakat indonesia ingin bekerja di luar negeri.

Hanif memaparkan, syarat tersebut bukan untuk mengusir orang dari Indonesia melainkan adanya keadilan untuk tenaga kerja di asean.
“Jadi tenaga kerja asing disyaratkan bisa berbahasa Indonesia” Hanif di kantor Kementrian Perindustrian, jum'at (16 Januari 2015)

Tetapi pada dasarnya penggunaan bahasa inggris sangat mendominasi adanya pasar bebasa asean ini, kenapa hal ini bisa terjadi? Tidak mungkin dalam hal kaitan tentang bisnis harus menguasai sepuluh bahasa tersebut. Jadi bukan tidak mungkin kalau bahasa inggris akan tetap menjadi bahasa utama dalam pasar bebasa asean MEA atau AEC ini.

Tapi jika menurut pemerintah bahwa tenaga kerja asing yang masuk ke indonesia harus bisa berbahasa indonesia maka itu adalah hal yang harus dilakukan oleh tenaga kerja asing yang ingin menempati sektor-sektor tertentu.

Ini adalah kutipan dari berita satu Menurut Atmajaya Prasetyantoko dalam acara seminar ASEAN Beyond Boundaries di gedung Yustinus, Universitas Atmajaya, Jakarta pada kamis 9 Januari 2015.
bahwa indonesia harus menerapkan konsep hambatan non tarif berupa kewajiban berbahasa indonesia pada AEC.

Yang dimaksud konsep hambatan non tarif dalam bentuk bahasa (non tarif barries language) adalah pemerintah tidak memungut biaya apapun bagi warga negara asng yang ingin mempelajari bahasa indonesia tetapi penggunaan bahasa indonesia diwajibakan jika warga negara asing tersebut ingin bekerja dan berkarir di Indonesia baik itu sebagai pegawai bank maupun Dokter.

Selain menerapkan konsep non tarif barries language, pemerintah juga harus membereskan dua masalah klasik agar Indonesia bisa bersaing dalam AEC. Dua masalah tersebut adalah masalah infrastruktru dan masalah Sumber Daya Manusia (SDM).
Dari infrastruktur Indonesia masih jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya khususnya jumlah jalan tol sedangkan dari kualitas SDM, tenaga kerja Indonesia masih didominasi lulusan SD hingga SMA.

Prasetyantoko mengatakan resiko yang akan dihadapi Indonesia jika kualitas infrastruktur tidak dibenahi adalah berkurangnya minat investor asing dalam berinvestasi di Indonesia padahal saat ini Indonesia masih menjadi magnet investasi. Dia menambahkan bisa saja investor mulai meninggalkan Indonesia karena kualitas infrastrukturnya masih tetap sama dan tidak ada perubahan, lain halnya jika kualitas SDM tidak ditingkatkan. Resikonya bagi Indonesia adalah Indonesia hanya akan dijadikan sebagai market base bukan sebagai basis produksi.

Sekarang bagaimana kesiapan indonesia dalam menghadapi AEC?

Seperti yang saya kutip dari website kementerian perdagangan di ditjenkpi.kemendag.go.id menyebutkan bahwa kesiapan Indonesia dalam menghdapi MEA pda akhir 2015 mencapai 83% dan diharapkan beberpa waktu kedepan terus meningkat.

Direktur jendarl kerjasama perdagangan internasional kementrian perdagangan Iman Pambagyo mengatakan, meski pencapaian sebesar 83%, masuk dalam kategori pencapaian yang rendah apabila dibandingkandengan anggota ASEAN seperti singapura dan Brunei Darussalam.

“Perlu ditekankan, jangan membandingkan Indonesia dengan negara yang memiliki skor tinggi seperti Singapura dan Brunei Darussalam, karena perekonomian kita berbeda,” kata Iman kepada wartawan pada gelar acara Senior Economic Official Meeting (SEOM) di Solo, Kamis (24/4/2014).

Iman berpendapat, perbedaan tersebut terletak pada cakupan kegiatan produksi di wilayah Indonesia lebih luas dibandingkan negara-negara tersebut, yang menjadi perhatian Kementerian Perdagangan adalah bagaimana Indonesia melihat MEA sebagai suatu kesempatan untuk lebih mengembangkan perekonomian nasional, terutama dibidang tarif dan jasa.
Pihaknya juga menganggap bahwa, secara umum Indonesia sudah menyatu dengan ASEAN namun yang perlu ditanamkan pada diri kita adalah bahwa kesempatan pasar Indonesia adalah juga ASEAN. “Itu yang terus kita kembangkan,” katanya. “Indonesia yang harus mampu menggali kesempatan.”

Di sisi lain harus dia akui, langkah menuju MEA adalah langkah yang panjang tidak berhenti di 2015, dia memadang masih banyak disana-sini peraturan perundang-undangan yang menyoroti hubungan antar negara di tingkat regional ASEAN di pemerintahan Indonesia saat ini yang belum dilakukan langkah-langkah penyelarasan dan penyesuaian.

tentu saja pemerintah tidak tinggal diam dalam menghadapi mea. Pemerintah juga turut ambil peran untuk masyarakat dalam langkah menghadapi mea untuk masyarakat Indonesia.

Dibawah ini adalah pdf yang saya ambil dari website ipb. Download pdf

Tapi pada dasarnya pemerintah juga harus mempersiapkan lagi hal-hal yang dibutuhkan, tidak hanya melkukan pelatihan ketrampilan yang tidak ada follow up atau output dari pelatihan-pelatihan yang dilakukan. Dan juga paling tidak harus mempersiapkan pelatihan-pelatihan untuk hasil yang bisa bersaing di dalam mea, tidak sekedar pelatihan-pelatihan yang berpotensi rendah karena pada akhirnya juga akan menjadikan tenaga kerja kita kalah saing dengan negara ASEAN lainnya.

Dalam hal lain, Vietnam pun sudah memepersiapkan langkah-langkah untuk menghadapi AEC terutama pada pemerintahan dan reformasi lembaga-lembaga dan prosedur administratif sesuai dengan praktik internasional.

Menurut Wakil Kepala CIEM Vo Thanh Tri, Vietnam masih menghadapi sejumlah kesulitan, terutama dalam hal kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur, sementara daya saing global perekonomian belum membaik secara signifikan.
Thanh menyatakan bahwa Vietnam memiliki langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan potensi internal mengembangkan kebijakan ekonomi makro yang efektif, dan memfasilitasi proses integrasi dengan menarik investasi.

Menurut para ekonom, AEC akan memberikan kesempatan yang baik bagi Vietnam untuk sangat memperluas pasar dengan biaya input yang lebih rendah dan peluang investasi yang lebih, sementara juga meningkatkan persaingan di rumah, terutama di industri manufaktur dan pertanian.
(http://lsp-telematika.or.id)

dikutip dari kompasiana bahwa Malaysia pun sudah melakukan persiapan untuk menghadapi AEC pada akhir tahun 2015. Salah satustrateginya adalah dengan melakukan pertukaran pelajar antar negara dan melakukan kerjasama dengan negara Indonesia untuk meningkatkan komunitas bisnis menjelang AEC.
Adapun sektor-sektor yang diincar Malaysia antara lain layanan kesehatan, pendidikan, pariwisata dan ketenagakerjaan.

Sedangakn Filipina dari sistem komunikasi mungkin sudah bisa siap untuk menghadapi AEC 2015 mendatang karena pers filipina sejak pengaruh Amerika meenggunakan bahas inggris. Sehingga sampai saat ini bangsa filipina bahasa sehari-hariny amenggunakan bahasa inggris, sehingga hal tersebut merupakan peluang kesiapan filipina menuju AEC.

Namun dari segi ekonomi nampaknya filipina belum siap menghadapi AEC, hal ini bisa dilihat dari pemberitaan media online filipina mengenai kesiapannya menghadapi. Para senator mengatakan bahwa lembaga keuangan filipina belum siap dan membutuhkan lebih banyak waktu untk mempersiapkan integrasi yang diusulkan pada tahun 2015 dan ada kekhawatiran menjulang pada bahwa bisnis domestik, industri manufaktur dan sektor tenaga kerja mungkin belum siapuntuk bersaing dengan negara-negara asean lainnya, seperti perusahaan asing bebas masuk ke negara yang dikhawatirkan akan menyebabkan lebih berbahaya daripada bak dalam proses integrasi ekonomi regional.

Bagaimana kesiapan daerah menghadapi AEC khususnya Bojonegoro yang bertekad menjadi lumbung pangan nasional

Data dari Kementerian Perdagangan menyebutkan hanya ada 4 komoditas pertanian (berbasis perkebunan) yang saat ini bisa bersaing di pasar global, yaitu karet, kelapa sawit, kakao dan kopi. Keempat produk ini bisa “menang” karena memang memiliki keunggulan kompetitif.

Sedangkan saat ini bojonegoro hanya mengandalkan hasil pertanian dari padi pada sebagian masyarakatnya, tidak mungkin untuk langsung beralih jenis bahan tanam agar mampu bersaing.

Dan yang terakhir adalah bagaimana peran perguruan tinggi untuk menghadapi AEC/MEA/AFTA?

Tanpa disadari, AEC yang sudah dipersiapkan sejak tahun 2003 akan segera hadir pada akhir 2015 ini dan Indonesia akan memasuku babak baru di persaingan global.
Ironisnya Indonesia masih jauh dari kata siap.
Menurut hasil penelitian dari Center for International Relations Studies (CIReS) FISIP UI, sampai awal 2014 hanya 17% masyarakat umum yang paham tentang AEC termasuk mahasiswa sedangkan hanya 2% yang sadar akan keuntungannya.

Sebagai perbandingan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya, dapat dicermati data daya saing Indonesia menurut The Global Competitiveness Report 2013-2014 oleh World Economic Forum (WEF) seperti dikutip kpiunhas.com. Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara tetangganya seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Selain itu data dari ASEAN Productivity Organization (APO) juga menunjukkan dari 1000 tenaga kerja Indonesia hanya ada sekitar 4,3% yang terampil sedangkan Filipina 8,3%, Malaysia 32,6% dan Singapura 34,7%.

Jika kita berbicara tentang perguruan tinggi maka kaitannya dengan mahasiswa dan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Setiap lembaga pendidikan tentunya mempunyai visi dan misi, karena proses pembelajaran itu sendiri memang harus diawali oleh visi dan misi. Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah salah bentuk konkret dari seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia.
Karena sudah menjadi keharusan bagi setiap perguruan tinggi untuk melahirkan manusia-manusia yang intelek, kritis, peduli, dan berakhlak mulia. Dalam rangka memenuhi hal tersebut, mahasiswa itu sendiri harus tahu dan paham dengan betul apa yang maksud dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi: Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian.

Perguruan tinggi perlu melakukan revitalisasi dalam hal ini. Perlu dipahami bahwa perkembangan dan ranah pendidikan saat ini sudah sangat berbeda dan sangat kompleks.
Perguruan tinggi perlu memperlengkapi para mahasiswa-mahasiswinya dengan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja sekarang.
Berdasarkan laporan dari Pearson (2014) seperti dikutip dari tribunnews.com, pendidikan jaman sekarang bukan lagi sekedar 3Rs (Reading, wRiting, and aRithmetic), tetapi juga harus menyangkut keterampilan-keterampilan baru yang dibutuhkan dunia kerja sekarang, seperti: Leadership, Digital Literacy, Communication, Emotional Intelligency, Entrepreneurship, Global Citizenship, Problem Solving, and Team-working. Leadership adalah keterampilan untuk memengaruhi diri sendiri (self leadership), memengaruhi tim (team leadership), dan juga memengaruhi semua orang di dalam organisasi (organizational leadership) agar berkomitmen dan bekerjasama untuk mencapai visi dan misi yang dicanangkan organisasi tersebut.

Digital Literacy berkaitan dengan keterampilan dalam tiga hal berikut, yakni: kemampuan untuk menggunakan teknologi digital, alat komunikasi atau jaringan untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan dan menciptakan informasi, kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai format dari berbagai sumber ketika disajikan melalui komputer, dan kemampuan seseorang untuk melakukan tugas-tugas secara efektif dalam lingkungan digital.

Communication berkaitan dengan keterampilan mengkomunikasikan informasi penting secara mudah dan singkat agar dapat dipergunakan untuk pembuatan keputusan peningkatan kinerja organisasi.

Emotional Intelligence (EQ) adalah keterampilan untuk mengidentifikasi, menggunakan, memahami, dan mengelola emosi secara positif untuk meredakan stres, berkomunikasi secara efektif dengan orang lain, berempati dengan orang lain, mengatasi tantangan, dan meredakan konflik.

Entrepreneurship adalah keterampilan untuk mengembangkan, mengatur dan mengelola usaha-usaha kreatif bersama dengan risiko yang diperhitungkan (calculated risks) dalam rangka untuk menciptakan manfaat-manfaat dari usaha-usaha kreatif itu.

Global citizenship adalah keterampilan seseorang yang mampu menempatkan identitas mereka agar sesuai dengan komunitas global lebih daripada identitas mereka sebagai warga negara tertentu atau asal suku bangsa tertentu.

Problem Solving adalah proses mental yang melibatkan, menemukan, menganalisis dan memecahkan masalah. Tujuan utama dari pemecahan masalah adalah untuk mengatasi hambatan dan menemukan solusi yang terbaik untuk memecahkan masalah.

Teamwork adalah proses bekerja bersama-sama dengan sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama. Teamwork merupakan bagian penting dari keberhasilan organisasi, karena kita membutuhkan rekan-rekan kerja untuk bekerja sama dengan baik, mencoba ide-ide terbaik mereka dalam situasi apapun agar mencapai sinergi dalam hasil. Prinsip dua kepala lebih baik daripada satu kepala berlaku dalam teamwork ini.

Penelitian adalah poin kedua di dalam Tri Dahrma Perguruan Tinggi. Penelitian mempunyai peranan bagi kemajuan perguruan tinggi, kesejahteraan masyarakat serta kemajuan bangsa dan negara. Dari penelitian maka mahasiswa mampu mengembangkan ilmunya dan berpikir kritis. Mahasiswa harus mampu memanfaatkan penelitian dan pengembangan ini dalam suatu proses pembelajaran untuk memporoleh suatu perubahan-perubahan yang akan membawa Indonesia kearah yang lebih maju dan terdepan.

Ketiga adalah Pengabdian. Menurut Undang-Undang, pengabdian kepada masyarakat adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sivitas akademika dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

REVITALISASI MAHASISWA MENGHADAPI AEC 2015

Mahasiswa juga harus memegang peran penting pada AEC, hal tersbut dipertegas oleh (mendikbud), Mohammad Nuh. Beliau juga ikut mengajak perguruan tinggi untuk bersiap menghadapi AEC.

Urusan sebesar ini tidak cukup sekadar jadi pengetahuan. Tetapi kita harus menerjemahkannya. Apa implikasi dan apa yang harus kita siapkan dalam menghadapi perubahan pasar, perubahan interaksi sosial? Sehingga kompetensi, sertifikasi, dan skill tertentu menjadi bagian yang harus kita persiapkan,

tutur beliau saat memberikan sambutan dalam pelantikan pimpinan perguruan tinggi di Jakarta, Selasa (9/9/2014) seperti dikutip dari kembdikbud.go.id

Perguruan tinggi juga harus mampu melahirkan mahasiswa-mahasiswi Indonesia yang kompeten, kritis dan solutif guna menghadapi AEC 2015.
Guna mencapai hal tersebut, perguruan tinggi harus selalu menerapkan prinsip transparan dan akuntabel. Dengan melibatkan sebanyak mungkin sivitas akademika, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan tertentu.
Diharapkan dengan ini, mahasiswa-mahasiswi Indonesia dapat membuat AEC 2015 bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai peluang untuk menuju Indonesia yang lebih baik.
(dheni s.a)

dari berbagai sumber

Post a Comment

 
Top